SUKABUMISATU.COM – Aktivis dari Fraksi Rakyat mendesak Satgas Mafia Tanah di Kejaksaan Agung turun tangan menyikapi persoalan lahan eks HGU PT Naga Warna yang berlokasi di Desa Lengkong, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Di sisi lain PT Naga Warna menilai tudingan miring soal mafia sebagai asumsi tak jelas.
Ketua Fraksi Rakyat, Rozak Daud, menjelaskan alasan mengapa Satgas Mafia Tanah harus turun tangan menangani lahan eks HGU PT Naga Warna. Ia menilai ada kejanggalan dengan akuisisi saham PT Naga Warna dan aktivitasnya di lokasi, sementara HGU-nya yang sudah berakhir 12 tahun.
“Perlu pendalaman dari penegak hukum khususnya Satgas Mafia Tanah. Berdasarkan ketentuan Undang-undang, HGU habis apabila telah berakhir haknya sehingga menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara, kedua diterlantarkan, dan ketiga digunakan tidak sesuai peruntukan,” kata Rozak Daud, Senin (8/5/2023).
Ketiga poin tersebut, lanjut Rozak, sudah terpenuhi oleh PT Nagawarna. Rozak pun menyampaikan, berdasarkan aturan termasuk UUD 1945, jika hak atas lahan sudah berakhir maka setiap warga negara dalam hal ini petani penggarap memiliki hak konstitusi untuk mendapatkan tanah, bukan menjadi buruh tani.
“Kecuali ada landasan yuridis lain yang lebih tinggi dari UUPA No 5 1960 dan Pasal 33 UUD 1945 yang dijadikan dasar aktivitas perusahaan. Jadi kita edukasi ke petani berdasarkan ruh konstitusi negara, bukan hanya sekedar mengatasnamakan konstitusi,” kata Rozak.
Rozak juga menyebut ada penyalahan peruntukan pada aktivitas PT Naga Warna saat masih aktif. Saat itu, peruntukan komoditas perkebunannya adalah karet dan teh.
“Sementara investor baru ini dari pantauan kami, menanam di luar dua jenis itu. Dan perusahaan seharusnya tidak bisa melakukan perubahan jenis tanaman karena HGU-nya sudah berakhir,” tuturnya.
Aktivis Serikat Petani Indonesia (SPI) ini juga menyampaikan bahwa akuisisi saham di PT Naga Warna adalah soal administrasi dokumen perusahaan. Akuisi itu tak serta merta termasuk penyerahan hak pengelolaan lahan terlebih HGU-nya sudah habis belasan tahun.
“Akuisisi itu soal administrasi dokumen perusahaannya, bukan melakukan penguasaan tanah. Tanah tersebut sudah tidak punya alas hak, maka harus didalami oleh penegak hukum, kesepakatan akusisi saham seperti apa? kenapa melakukan penguasaan lahan di atas eks HGU,” tegasnya.
Dikonfirmasi terpisah Humas PT Naga Warna, Yudi Fermana, tidak memungkiri adanya kritik terhadap aktivitas perusahaan perkebunan itu. Disinggung soal tudingan mafia tanah, Yudi meminta agar tidak ada persepsi atau asumsi yang tak jelas.
“Mafia itu siapa, gentle saja sebutkan. Jangan dibikin persepsi mengambang, asumsi tidak jelas. Semua pendapat harus bisa dipertanggungjawabkan,” kata pria yang akrab disapa Si Peci Merah ti Jampang ini.
Pria gondrong yang menjabat Panglima Jagaraksa Paguyuban Jampang Tandang Makalangan itu menegaskan pihak perusahaan sudah mengurus perpanjangan HGU sejak lama dan kini masih dalam proses. Jika masih ada hal yang dipertanyakan, pihaknya siap duduk bersama serta membuka fakta dan data terkait hal itu.
“Kalau ada hal-hal yang mau dipertanyakan, silahkan datang dan kami terbuka. Kita akan jawab secara fakta nyata dan data. Jangan hanya komplain mengatasnamakan masyarakat, harus jelas masyarakat yang mana,” tegasnya.
Yudi menjelaskan komunikasi dengan masyarakat sekitar lahan eks HGU PT Naga Warna sebenarnya tidak ada masalah. Kekinian, warga juga mendukung dengan keberadaan perusahaan perkebunan tersebut.
“Harus ditegaskan, intinya warga masyarakat desa sini menolak dengan kehadiran orang yang mengatasnamakan rakyat. Tadi semua yang hadi termasuk RT, RW, tokoh, mereka justru menyambut baik PT Naga Warna,” tutur Yudi.
“Warga ini mau mendukung bukan tanpa alasan. Warga merasa belum ada perusahaan perkebunan yang komitmennya bagus buat masyarakat setempat seperti yang dilakukan PT Naga Warna sekarang,” tambahnya.
Redaktur: Mulvi Mohammad Noor