SUKABUMISATU.COM – Tak banyak yang menyangka bahwa sosok di balik jaringan hotel mewah dunia, Aman Resort, Amanjiwo, dan Aman Group yang disebut hotel termahal di Indonesia adalah pria dari Sukabumi, Indonesia.
Dia adalah Adrian Willem Ban Kwie Lauw-Zecha atau lebih dikenal sebagai Adrian Zecha. Adrian Willem Ban Kwie Lauw-Zecha adalah sosok di balik kesuksesan Aman Group.
Pria kelahiran Sukabumi 1933 ini, kini dikenal sebagai ‘Raja Hotel’ dunia, namun perjalanan hidupnya penuh liku, termasuk pengusiran dari tanah kelahirannya sendiri pada masa pra kemerdekaan.

Meskipun kini Aman Resort dipimpin oleh Vladislav Doronin sebagai CEO, tetapi nama Adrian Zecha tak pernah lepas dari suksesnya Aman Resort yang kini beroperasi di 20 negara. Adrian tetap dikenang sebagai pendiri yang membawa konsep revolusioner dalam industri perhotelan.
Adrian Zecha lahir pada tahun 1933 di Sukabumi, Jawa Barat, dari keluarga Tionghoa terhormat dan kaya raya. Keluarganya, yang dikenal sebagai “cabang atas” dalam kelompok Tionghoa di Indonesia, memiliki pengaruh besar di masa kolonial.
Ayah Adrian, William Lauw-Zecha, adalah orang Indonesia pertama yang lulus dari Lowa University di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1923. Tak hanya Adrian, saudara-saudaranya juga menduduki posisi tinggi di pemerintahan kolonial saat itu. Keluarga ini bahkan disebut sebagai “cabang atas” dalam buku The Chinese of Sukabumi (1963), menunjukkan kekayaan dan pengaruh mereka di masa itu.
Adrian menempuh pendidikan di Pennsylvania, AS, sekitar tahun 1950-an. Namun, kehidupan keluarganya yang terhormat di Indonesia hancur pada tahun 1956-1957 ketika Presiden Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta. Nasionalisasi ini disertai dengan meningkatnya sentimen anti-non-Indonesia, yang menyebabkan bisnis keluarga Zecha diambil alih oleh negara. Keluarganya pun terpaksa pindah dan menetap di Singapura.
Beruntung, pada saat nasionalisasi terjadi, Adrian masih berada di AS. Dia melanjutkan karir sebagai jurnalis di majalah Time. Sebelum terjun ke bisnis perhotelan pada tahun 1988, Adrian menjalani karir sebagai jurnalis wisata di berbagai media. Pengalaman ini memberinya kesempatan untuk berkeliling dunia, mengunjungi berbagai destinasi wisata, dan menumbuhkan minatnya di bidang pariwisata dan perhotelan.
Dalam buku Asian Brand Strategy (2015), disebut bahwa Adrian pertama kali mencoba bisnis perhotelan pada tahun 1972, yaitu ketika ia turut membangun Regent International Hotels. Namun, Adrian merasa tidak puas dengan konsep hotel pada masa itu, yang menawarkan ruangan besar dengan tingkat kelas berbeda. Menurutnya, konsep ini mengharuskan hotel berdiri dengan bangunan besar yang justru menutupi keindahan lokasi wisata.
Adrian ingin menciptakan sesuatu yang berbeda. Dia membayangkan hotel yang eksklusif dan kecil, dengan hanya sekitar 50 kamar. Konsep ini memungkinkan hotel dibangun di lokasi-lokasi terpencil tanpa merusak keindahan alam sekitarnya.
Wujud nyata dari visi itu akhirnya terwujud di Phuket, Thailand. Di sana, Adrian bersama temannya, Anil Thadani, membangun hotel dengan biaya US$ 4 juta. Hotel tersebut, yang selesai dibangun pada Desember 1987, diberi nama Amanpuri.
Nama “Aman” diambil dari Bahasa Sansekerta yang berarti “Damai”. Kata ini menjelaskan filosofi Adrian yang ingin menciptakan tempat tenang dan damai bagi para tamu.
Amanpuri dirancang dengan kurang dari 50 kamar untuk menjaga eksklusivitas dan memastikan pelayanan yang maksimal. Adrian percaya bahwa semakin sedikit kamar, semakin personal dan memuaskan pengalaman yang bisa diberikan kepada tamu. Konsep ini berbeda dengan hotel-hotel besar yang cenderung mengutamakan jumlah kamar tanpa memperhatikan kualitas pelayanan.
Strategi ini terbukti sukses. Adrian dan Aman Resort berhasil memberikan pengalaman berbeda kepada tamu, yang membuat merek ini semakin terkenal. (Demmy)