SUKABUMISATU.COM – Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan semua kemampuan dan kebiasaan. Yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat ” , begitu Hartono dan Taylor Chester ( 1996 ) mendefinisikan kebudayaan yang ditulisnya dalam buku sosiologi karyanya.
Merujuk kutipan tersebut diatas, kebudayaan berasal dari adat istiadat dan kebiasaan anggota masyarakat disuatu wilayah tertentu. Oleh sebab itu, budaya disetiap daerah berbeda.
Salah satu budaya yang hingga saat ini masih dipertahankan dan diwariskan dari generasi ke generasi adalah upacara adat. Upacara adat disetiap daerah dilakukan secara turun temurun dan berfungsi untuk menghormati leluhur, semisal upacara adat Kasada ( Jawa Timur ), Dahau ( Kalimantan Timur ), Ngabel ( Bali ), dan banyak lainnya.
Di wilayah Sukabumi Selatan, tepatnya di Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, ada sebuah upacara adat namanya Upacara Adat Nyebor. Dalam bahasa Indonesia Nyebor artinya nyiram. Tidak banyak yang tahu memang, apalagi kalangan milenial, adanya warisan leluhur mereka itu, padahal budaya itu pyur terlahir di Surade. Lahirnya upacara Adat Nyebor erat kaitannya dengan kelahiran Surade. Rd. surawiangga adalah yang pertama kali melakukan upacara adat Nyebor, tepatnya pada tanggal 2 Syuro tahun Wawuh ( kalender Jawa ).
Menurut seorang sejarawan Surade, Ki Kamaludin ( 73 ), upacara adat Nyebor ini dibagi menjadi dua bagian, pertama upacara adat Nyebor yang ada kaitannya dengan kegiatan hidup masyarakat di suatu tempat. Upacara ini biasa dilakukan pada 1 – 10 Muharam dan pelaksanaanya digelar di rumah tetua adat ( RT, RW atau Kadus ), dipimpin oleh seorang Punuh ( tetua adat ).
” Dulu Sekitar tahun 1924 -1957 yang menjadi Punuhnya H. Abdul Halim. Dan dari tahun 1957 sampai 1970, punuh dipercayakan ke Ki Ucu, dan dari tahun 1970 sampai tahun 1974, punuhnya Ki Maksum, ” ujar Ki Kamal.
Dalam pelaksanaannya upacara adat ini diawali dengan berkumpulnya warga masyarakat , ada yang dibawah pohon, dipekarangan ataupun di teras rumah tetua adat sambil menikmati sajian nasi tumpeng. Kemudian Punuh bersalawat dan berdoa meminta keberkahan hidup dan dimudahkan dalam segala urusan. Setelah itu punuh menciprat cipratkan air ke kerumunan warga dengan menggunakan daun Hanjuang. Sebelumnya air terlebih dahulu digunakan untuk merendam bunga tujuh rupa, dan air yang dicipratkan itu harus diambil dari sungai yang mengalir ditempat tersebut. ” Bunga menggambarkan simbol pasang surutnya kehidupan, ” jelas Ki Kamal. Selanjutnya Punuh melantunkan rajah panyinglar ( tolak bala ) sambil mengibaskan daun Palias ke delapan penjuru mata angin.
Dalam pelaksanaan upacara adat ini pun selalu ada kebiasaan mendoakan beberapa kyai, sebutan saja Kiayi Mulya Jaya, Kiai Mulya Jeneng, Baginda Ali, Syech Kuncung Siliwangi kudratullah di Cijampang, Tubagus Amir ( Banten / , Tubagus Ali Kaum Sukabumi , Baginda Purba Samy, setelah itu mendoakan para leluhur Surade.
Sementara untuk upacara adat Nyebor yang kedua adalah upacara Nyebor Batu Indung Lembur atau Batu Ungkal Biang. Upacara ini pada 5 Desember ybl dilakukan oleh Bupati Kabupaten Sukabumi, Marwan Hamami, saat memperingati HUT Surade yang ke 256.
Penulis: Jajang Suhendar