SUKABUMISATU.COM – Pasar Monyet di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi kerap menjadi buah bibir masyarakat. Tempat itu kembali ramai diperbincangkan terlebih setelah terjadi keributan antar pengunjung belum lama ini.
Nama Pasar Monyet sudah akrab di telinga sebagian masyarakat Sukabumi, khususnya Palabuhanratu. Pasar Monyet dikenal sebagai tempat prostitusi, tempat para pria hidung belang ‘berburu lendir’.
Lalu bagaimana kondisinya sekarang? Satu diantara warga sekitar Pasar Monyet, Mamah (52), berbagi cerita tentang tempat yang legendaris itu.
“Pasar Monyet itu adanya tahun 80an. Dulu itu dilokasi tersebut memang banyak monyet berkeliaran, makanya disebut lah Pasar Monyet,” kata wanita yang enggan nama aslinya disebutkan ini, Kamis (12/1/2023).
Dulu, lanjut Mamah, warung remang-remang di Pasar Monyet sangat sederhana. Atapnya dibuat dari rumbia atau dikenal kirai.
Tak hanya itu, di Pasar Monyet tempo dulu juga tidak ada aliran listrik PLN. Warga di sana menggunakan lampu centir minyak tanah untuk penerangan.
“Kalau sekarang kan gemerlap ya, banyak lampu-lampunya. Dulu itu cuma tenda-tenda, pakai lampu blender yang pake kaca,” terangnya.
Mamah tidak memungkiri, dulu setiap warung di Pasar Monyet menjajakan perempuan malam yang siap menemani para tamu.
“Jual minuman keras juga udah lumrah. Dulu itu lokasinya di Karang Naya pasar, banyak perempuan jadi pelayan, melayani minum,” jelasnya.
Semenjak terkenal sebagai ‘habitat’ perempuan malam, titel Pasar Monyet sebagai tempat esek-esek pun terkenal.
Enggak cuma di warung-waung, banyak juga pria hidung belang dan wanita yang ‘bermain’ di semak-semak hanya menggunakan tikar.
“Istilahnya gelar tiker, jadi perempuan kalau cek in sama tamu, itu pake tiker jarang ke penginapan. Cuma pengunjung lokal atau pas-pasan banyak yang main di pantai, makanya dikatakan Pasar monyet karena kelakuannya kayak monyet,” ucapnya.
Selanjutnya pada tahun 1997, kenang Mamah, lokasi itu sempat diobrak-abrik sejumlah orang hingga terjadi pembakaran.
Pembakaran dilakukan oleh warga yang tidak mau wilayahnya dikotori kelakuan pengunjung.
“Lalu kesini-kesini dibangun oleh pemerintah. Dikhususkan warung kopi, istilahnya bukan warung minuman,” paparnya.
Pasca adanya pembakaran, pemerintah setempat menyarankan untuk tidak adanya penjualan miras beserta perempuan malam.
Akan tetapi para perempuan itu melakukan perpindahan ke tempat lain tak jauh dari lokasi tersebut. Kini maraknya warung remang remang berada di Kampung Katapang Condong, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu.
“Orang dulu pindah lah ke Katapang Condong arah Citepus, nah disitu dibikin caffe caffe, pindah sampai sekarang di Katapang Condong. Jadi, Pasar Monyet sudah tidak boleh ditempati lagi oleh perempuan perempuan malam,” ungkapnya.
Hingga kini, kata ia, orang orang yang bercampur aduk dari berbagai wilayah menempati lokasi tersebut.
“Itu kesini tahun 90 han, dulunya campur orang Pasar Monyet, Citepus, orang mana-mana akhirnya buka warung disitu. Yang berhenti melayani tamu, buka warung. Sampai sekarang banyaknya pengunjung bukan orang sini,” tandasnya.