SUKABUMISATU.com – Pengurus DPC Partai Demokrat Kota Sukabumi tiba-tiba menggeruduk Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Senin (3/4/2023). Kedatangan mereka bertujuan untuk menitipkan surat ke Mahkamah Agung (MA).
Ketua DPC Demokrat, Mohamad Muraz, mengatakan surat yang dititipkan terkait permintaan perlindungan hukum atas langkah Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang disebut akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA untuk mengambil alih partai tersebut.
“Kami hadir di sini bersama para pengurus DPC partai Demokrat Kota Sukabumi maksud tujuannya tidak ada lain menyerahkan surat untuk Ketua Mahkamah Agung melalui PN. Kami minta perlindungan hukum, karena kami beranggapan bahwa kegiatan PK ini lebih pada muatan politis daripada yuridis,” kata Muraz kepada awak media
Menurutnya, tindakan Moeldoko ini bisa menganggu jalannya demokrasi dan Pemilu 2024 yang akan datang. Adapun isi surat yang disampaikan itu menjelaskan bahwa AHY dan Sekretaris Teuku Riefky itu dipilih secara demokrasi dalam Munas yang legal. Perubahan AD/ART pun dilakukan di dalam Munas tahun 2020.
“Saya ikut hadir sebagai peserta,” ucapnya.
Muraz menegaskan AD/ART Partai Demokrat dan Kepengurusan di bawah Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono periode 2020-2025 sudah mendapat pengesahan dari Kemenkumham.
Langkah ini juga menjadi penegasan kembali bahwa DPC Partai Demokrat Kota Sukabumi, juga pengurus di daerah-daerah lain, sepakat menyatakan KLB Partai Demokrat kubu Moeldoko di Deli Serdang ilegal.
“Tentu saja kami selaku pengurus DPC dan seluruh jajaran menyatakan KLB ini (Moeldoko Cs) adalah ilegal dan kami anggap hanya sebagai gerakan yang memang ingin pembuatan kekacauan (GPK),” tuturnya.
Menurut dia, KLB yang digelar oleh Moeldoko bertentangan dengan ADART Partai Demokrat sehingga layak disebut ilegal. Tak berhenti di situ, hasil KLB Moeldoko juga sempat diajukan ke Kemenkumham ternyata oleh pemerintah ditolak karena tidak memenuhi persyaratan perundang-undangan.
“Atas penolakan itu (Moeldoko) mengajukan gugatan ke PTUN, ditolak, kemudian banding ke PTUN tapi ditolak dan melakukan kasasi ke MA juga ditolak. Sekarang mengajukan PK dengan anggapan ada novum baru, tapi setelah dipelajari oleh tim Demokrat tdk ada novim baru karena sudah pernah dijadikan bukti di PTUN Jakarta,” jelasnya.
Reporter: Riza Fauzi | Redaktur: Mulvi Mohammad Noor